Pressure
Saya benar-benar sedang bingung sekarang. Yah, persis monyet yang nggak tahu besok makan apa karena pisang habitatnya akan menurun.
Rabu kemarin, selesai saya mengerjakan majalah sekolah saya, saya dipanggil oleh wakasek kesiswaan saya dan bos percetakan a.k.a Pak Mustain. Kondisi saya waktu itu benar-benar lapar berat, capek, ngantuk dan lemas. Begitu dipanggil, perasaan saya udah nggak enak (banget!) dan benarlah feeling saya.
Majalah sekolah saya nggak bisa terbit karena sekolah kekurangan dana. Dana yang semula dikira sama wakasek kesiswaan saya ada, ternyata mbleset dari perkiraan. Semua dana yang dikira ada ternyata sudah digunakan buat membayar beberapa keperluan sekolah. Dan, perasaan saya seketika nggak enak (sekali).
Saya nggak bisa bilang apa-apa saat itu. Saya cuma diem, ngeliat wajah teman-teman saya. Revin, Gigih, Onny, Mario, Revin, Gigih, Onny, Mario, terus begitu. Saya lemas. Saya diam. Saya pengen marah. Saya ngamuk. Saya benar-benar nggak tahu. Beberapa saran yang saya dapat adalah :
Rabu kemarin, selesai saya mengerjakan majalah sekolah saya, saya dipanggil oleh wakasek kesiswaan saya dan bos percetakan a.k.a Pak Mustain. Kondisi saya waktu itu benar-benar lapar berat, capek, ngantuk dan lemas. Begitu dipanggil, perasaan saya udah nggak enak (banget!) dan benarlah feeling saya.
Majalah sekolah saya nggak bisa terbit karena sekolah kekurangan dana. Dana yang semula dikira sama wakasek kesiswaan saya ada, ternyata mbleset dari perkiraan. Semua dana yang dikira ada ternyata sudah digunakan buat membayar beberapa keperluan sekolah. Dan, perasaan saya seketika nggak enak (sekali).
Saya nggak bisa bilang apa-apa saat itu. Saya cuma diem, ngeliat wajah teman-teman saya. Revin, Gigih, Onny, Mario, Revin, Gigih, Onny, Mario, terus begitu. Saya lemas. Saya diam. Saya pengen marah. Saya ngamuk. Saya benar-benar nggak tahu. Beberapa saran yang saya dapat adalah :
- Mengurangi halaman majalah saya
- Tetap terbit dengan syarat, kertas art paper tapi tidak full colour
Kertas art paper, full colour, desain, artikel-artikel keren, yang notabene nggak pernah saya temukan di majalah-majalah sekolah saya tahun-tahun kemarin. Tapi, begitu kabar itu saya dengar, bayangan majalah sekolah saya dalam 'new cover' HILANG.
Hari ini, saya bertemu dengan PimRed saya dan teman-teman yang lain. Dan, kami memutuskan untuk tetap menerbitkan majalh sesuai dengan rencana semula dengan menggunakan 2 planning. Pertama, kita mencari sponsor. Kedua, kami meminta sebagian dana dari OSIS.
Saya yang tadinya nggak semangat, jadi 'melek' waktu denger omongan guru Sosiologi saya, Pak Yudi.
"Ini tantangannya. Kalian harus bisa. Kalaupun nanti guru-guru nggak suka dengan isi majalah kalian, cuek aja. Menurut saya, selama isi dari majalah itu adalah liputan tentang sekolah itu tetap majalah sekolah karena isinya tentang liputan tentang anak-anak Dharma. Kamu tahu iklan Fanta itu? Yang ada orkestra, harmoninya bagus tapi ditengah-tengah ada yang main terompet dengan nada yang beda sama yang lain? Ibaratnya, ini improvisasinya. Bentuk majalah kalian yang baru ini, improvisasi kalian. Semangat, jangan nyerah!"
Itu omongan beliau waktu kita cerita sola ketakutan kita. Ya, kita takut majalah kita dicela, dikatain, 'Kenapa gini? Ini bukan majalah sekolah.' Dan sebagainya.
Dan saya, sedang berjuang buat majalah saya.
Semoga adik-adik kelas saya bisa mertahanin majalah ini nantinya.
Ya, saya akan tetap berjalan sesuai dengan hati saya.
Dan saya, sedang berjuang buat majalah saya.
Semoga adik-adik kelas saya bisa mertahanin majalah ini nantinya.
Ya, saya akan tetap berjalan sesuai dengan hati saya.
Comments
Post a Comment