In My Opinion: Look It Propitiusly


Suatu kali sahabat saya bercerita tentang keadaannya sekarang. Pada intinya, dia sedang berada dalam suatu kondisi yang ia tak ingin namun ia tidak punya pilihan lain (menurutnya). Ada yang jelas terlintas dalam pikiran saya ketika ia menceritakan kondisi ini berulang kali, hingga saya jelas mencapai titik kejengkelan saya yang pada akhirnya membuat saya mengutarakan kalimat yang sedikit 'keras' baginya. 

Ada beberapa pilihan yang akan selalu dihadapkan pada kita, sayangnya pilihan tersebut tidak semuanya menyenangkan bagi kita. Saya mengatakan pada sahabat saya bahwa dia selalu mempunyai pilihan, selalu. Hanya saja ia tidak mau memilihnya yang mana membuatnya merasa ia tidak memiliki pilihan. Takut, tak berani ia utarakan. Bahagia, cuma tujuan utamanya. Saya rasa bahagia atau tidak adalah cuma masalah sudut pandang, hanya anggapan. Bahagia terkait perasaan yang akan selalu bisa kamu ubah, lalu kenapa begitu takut untuk mengambil keputusan? Karena ia terlalu sayang, atau orang Jawa sebut dengan kata 'eman'. Saya rasa 'eman' adalah kata yang tepat untuk menjelaskan perasaannya saat ini.

Saya tidak bisa memaksakan apapun yang ia perbuat, ini hidupnya. Saya hanya pemberi saran karena orang berjalan sesekali juga perlu bertanya. Namanya juga hidup, tidak semuanya harus berjalan serba tahu. Kita tahu pun dari bertanya kan? Saya rasa, tidak semua harus disimpan dalam satu rumah. Kalau kursinya sudah rusak, ya diperbaiki. Kalau tidak bisa diperbaiki? Ya ganti dengan yang baru. Menyimpan rasa sayang atau eman hanya akan menghilangkan fungsi kursinya. Barang rusak yang tidak berfungsi lagi namun dipaksa berfungsi, akhirnya ya menyusahkan diri sendiri. Terlalu kuatir, terkadang hanya akan menimbulkan kesedihan yang muncul perlahan padahal itu adalah hal yang mati-matian ia hindari. Bukan hidup hanya tentang memikirkan kesenangan tapi kenapa harus menyusahkan diri sendiri kalau bisa membahagiakannya? Yah, namanya juga soal pilihan. 

Comments